Pregnancy Story : Surat Cinta (?)
Meski suka nulis tapi nyari mood buat anteng nulis itu yang susah. Karena nggak kayak instagram yang tinggal jepret, tulis caption dan upload, kalau nulis blogitu butuh mood, waktu luang dan camilan :D *banyak alesan*
So many stories I want to write on this blog. Supaya cerita-cerita menyenangkan ini nggak menguap dan terlupakan begitu saja. Tapi ada satu hal yang rasanya nggak sabar untuk diceritakan.
Saya menikah 22 April 2016 lalu dan sama seperti pasangan lain yang sudah menikah, punya buah hati secepatnya adalah harapan kami. Bulan pertama saya masih dapat menstruasi tapi kita santai aja kan namanya penganten baru. Bulan kedua saya deg-deg-an juga sih berharap nggak dapat menstruasi, ditambah mas Agus dikit-dikit nanya "adek udah dapet belum?" sebel deh padahal sudah dijelasin kalau siklus perempuan haid itu bisa maju bisa mundur *Syahrini kali ah*.
Ternyata bulan keduapun saya juga menstruasi lagi tanggalnya pas banget kayak bulan lalu.
Setelah selesai menstruasi saya mencoba lebih fokus dalam berdo'a. Apalagi pas banget di bulan Ramadhan kemarin Allah menjanjikan do'a yang tidak tertolak salah satunya di waktu berbukanya orang yang berpuasa. Di bulan inipun saya berusaha untuk yakin sekaligus pasrah. Saya mencoba menanamkan ke mindset saya bahwa Allah Maha Menghidupkan dan Mematikan, Allah juga Maha Tahu. Jadi saya yakin Allah akan beri kami keturunan di waktu yang menurut-Nya tepat.
Hari-hari berlalu sampai habis lebaran kemaren saya tetap nyantai, sekalipun bulan ini saya halangan lagi saya nggak akan kecewa karena saya sudah yakin Allah akan memberikan yang terbaik di waktu yang terbaik pula.
Tapi yang bikin saya agak-agak kepo karena saya telat "dapet". Dari sebelum menikah siklus haid saya memang teratur kalaupun berubah tanggalnya menjadi maju bukan mundur. Namun sayaagak ragu juga mau testpack, takut ternyata ini cuma kebawa perasaan aja. Padahal saya sudah beli testpacknya dari dua bulan yang lalu dan masih disimpan aja terus di dalam dompet :P
Saya cerita sama temen kantor kalau saya sudah telat kira-kira delapan hari tapi saya malas testpack karena takutnya ini cuma baper, alias siklus menstruasi yang memang mundur. Sahabat saya yang juga sedang hamil itu bilang ada baiknya saya coba untuk testpack mengingat siklus haid saya yang teratur.
Sampai di rumah saya mempertimbangkan apa yang sahabat saya bilang, toh kalaupun hasilnya negatif yang saya perlu lakukan cuma usaha lagi, berdo'a lagi dan berprasangka baik terus sama Allah.
Saya ambil testpack yang sudah lama ada di dompet, itu pun testpack biasa yang harganya cuma tiga ribu lima ratus rupiah. Saya ke kamar mandi dan menunggu hasilnya. Nggak sampai satu menit ternyata muncul garis dua. Saya baca berulang bungkus testpacknya untuk meyakinkan diri. Alhamdulillah, ternyata memang positif. Saya panggil mama untuk memperlihatkan hasilnya, mama mencium saya, mengucapkan selamat dan memberi nasehat agar saya berhati-hati dalam menjaga kandungan karena tiga bulan pertama sangat rawan bagi janin jika nggak dijaga dengan baik.
Saya pribadi merasa senang tapi sekaligus khawatir. Am I gonna be a good Mom? Bisakah saya menjaga kandungan ini dengan baik sampai dia lahir ke dunia? bisakah nanti saya menjadi ibu yang baik yang bisa merawat sekaligus mendidiknya? Lama-lama saya mikir jawaban dari pertanyaan saya hanya bisa dijawab oleh waktu.
Sayangnya saat itu suami saya sedang ada di Tebo, rencananya saya akan menyusul dia esok lusanya sekaligus saya akan pindah kerja juga kesana. Saya sengaja nggak kasih tahu via telpon, saya pengen lihat gimana ekspresinya secara langsung.
Saya juga nggak bisa langsung periksa ke dokter karena nggak ada satupun dokter kandungan yang praktek dikarenakan masih libur lebaran. Padahal saya mesti naik mobil kurang lebih empat sampai lima jam ke Tebo. Modal Bismillah saya berdo'a semoga nggak terjadi apa-apa.
Sampai di Tebo saya bilang ke suami kalau saya ada kado buat dia.
"adek ada kado untuk mas"*ngasih kotak*"apa isinya?"*sambil buka kotak*
Kotak dibuka, dan saya sengaja memasukkan testpack yang masih dibungkus di dalam kotak tersebut. Tapi dengan polosnya mas Agus bilang,
"oh ini surat cinta ya hehehe*
Gubraaaaak!!!!
Ternyata seumur hidupnya mas Agus nggak pernah ngelihat testpack. Jadi dia kira amplop segi empat bungkus testpack adalah surat cinta. Ya kaleeeeeee mas ._."
Sambil ketawa saya bilang dia untuk terus buka, dia nurut dan kemudian dia bingung.
"Ini apa dek?" *ngeliat test pack, bolak balik bungkusnya*
"kira-kira apa coba?""Adek positif hamil?"
fiuuuh, akhirnya dia ngeh juga.
Saya jawab dengan meangguk-angguk dan senyum-senyum. Dia langsung lari ke kamar, saya kira mau ngapain rupanya sujud syukur. Setelahnya dia peluk dan cium saya sambil elus-elus perut saya. Sebagai istri, rasanya senang banget lihat ekspresi suami yang senyum-senyum bahagia gitu. Alhamdulillah, Allah menjawab do'a-do'a kami.
Suami saya adalah orang yang perhatian , tapi semenjak saya hamil dan seperti ibu-ibu hamil muda pada umumnya saya suka lemes, mual, dan kadang muntah. Efek ini bikin saya juga cepat mengantuk dan malas-malasan. Alhasil saya nggak pernah lagi masak, beres-beres rumahpun jarang. Bersyukurnya saya punya suami yang baik banget. Mas Agus yang ambil alih selama saya dalam tahap "mual-lemes-ngantuk" ini. Dia yang bikinin saya susu setiap pagi dan malam, dia yang ingatin saya minum vitamin, dia yang masak untuk saya (tapi lebih sering beli sih), dia mijitin saya yang mudah pegal meski baru jalan sedikit. Oh how lucky am I to be his wife.
Belum lagi mood swing yang harus mas Agus hadapi dengan sabar. Mungkin dia udah nyetok sabar cukup sampai tahun 2017 kali ya.
Meski ada rasa khawatir tapi saya berusaha menepisnya dengan banyak berdo'a. Saya yakin Allah Maha menghidupkan dan mematikan. Tugas saya hanya berusaha dengan menuruti saran dokter, banyak istirahat, dan selalu berdo'a. Apapun yang terjadi saya serahkan sepenuhnya kepada Allah sang Maha Pencipta.
Perasaan akan menjadi seorang ibu pun membuat saya lebih kuat. Meski ada masanya saya nangis karena badan nggak enak banget ditambah muntah-muntah, tapi saya malah jadi ngomong sendiri "rasanya nggak enak dek, tapi mommy harus kuat. Kita harus kuat ya. Kita pasti bisa. Kita do'a sama Allah ya biar kita sehat terus". Aneh memang ngomong sendiri tapi itu jadi sugesti positif buat saya.
Terakhir kontrol, saya dan kandungan ini masih baik-baik saja. Apalagi pas dengar detak jantungnya, seru juga ya ada makhluk hidup dalam perut saya, Allahu Akbar. Semoga Allah selalu melindungi kami. Semoga muslim-muslimah dimanapun yang sedang menanti buah hati saya do'akan agar disegerakan. Hal penting untuk diterapkan adalah gaya hidup sehat dan juga do'a dan keyakinan yang nggak pernah henti kepada Allah SWT.
Get notifications from this blog
Waaah, salam sama dedek bayi, sehat2 yaa 😆😆😆
ReplyDeletemakasih oom ^_^ ga ada niat bikin juga?
DeleteAlhamdulillah ikut senang mbak. Inspiratif. Unik. Suka banget gaya nulisnya, easy going. Lucu. Semoga berkah, dan selamat sampai lahir, tumbuh dan berkembang bagi keluarga, masyarakat dan bangsa. Amiiiiinnn
ReplyDeleteihiiy makasih ya oom polsuspas, ^_^
DeleteAlhamdulillah, selamaaat ya Ein. Sehat selalu ibu dzn calon bayinya, aamiin ya Rabb
ReplyDeleteWah selamat yaa mbakkk
ReplyDelete