Cinta 200%
-Bu Nur, alias mama saya-
Mendengar kalimat itu keluar dari mulut wanita istimewa yang melahirkan saya, reaksi pertama saya adalah tertawa. Lagian, gimana ceritanya cinta bisa diukur pakai persentase begitu? Walau pun saya pernah baca di blog mas Agung tentang perbedaan rasa suka, sayang, dan cinta, tetap saja saya bingung bagaimana mengukur kadar cinta seseorang? Apa perlu pakai timbangan?
Kriteria Calon Suami yang Baik Menurut Mama
Saya ingat banget waktu itu, saya dan mama jalan-jalan ke mall untuk cuci mata dan makan. Nah sambil makan, kita ngobrolin banyak hal, terus nyerempet deh soal jodoh. Waktu itu saya masih single, bahkan gebetan aja nggak punya.
Mama banyak ngasih tahu sebaiknya cari pasangan yang seperti apa. Pastilah kriteria pada umumnya yang seiman, baik, latar belakangnya jelas, bisa menafkahi dan bertanggung jawab. Saya mengangguk-angguk saja, karena saya sendiri juga mau yang seperti itu.
Terus beliau juga menambahkan, kalau bisa cari pria yang cintanya 200%, kitanya cukup 100%. Terus saya bilang "lho nggak adil dong kalau gitu". Mama saya jawab lagi kalau bukan berarti kita juga nggak sayang dengan sepenuh hati, tapi perempuan cenderung memakai perasaannya sampai lupa logika, sedangkan pria sebaliknya.
Mungkin, mama tahu kalau anaknya adalah orang yang bucin
Bucin itu sendiri singkatan dari budak cinta, menggambarkan orang yang kalau mencintai tuh bisa mengorbankan banyak hal, nurut aja sama pasangannya, jadi seolah-olah kayak "budak". Nah, saya menyadari bahwa saya orang yang seperti itu.
Kalau sudah sayang sama seseorang, rasanya dalaaaam banget. Mau meluangkan banyak waktu untuk dia, sampai mengabaikan keluarga dan teman-teman. Mau ngeluarin uang banyak buat dia, padahal itu bukan lah kewajiban saya. Berusaha menyukai apa yang dia suka, padahal itu membuat saya bukan jadi diri sendiri.
Sampai akhirnya, ketika keyakinan kami nggak sama, alias saya yakin bisa ke pelaminan sama dia ternyata dianya nggak yakin, saya galau berat. Padahal saya kira, dengan semua yang sudah saya lakukan, dia akan terharu bahwa ada orang yang mencintainya sedemikian rupa lalu akan membalas hal yang sama. Ternyata nggak seperti itu.
Ah, bucin doesn't make him stay.
Alasan saya menyetujui bahwa harus mencari cinta 200%
Dengan pengalaman saya sebelumnya, dan nasehat dari mama, saya jadi mikir kalau ada baiknya memang saya mencari orang yang bisa memberikan cinta 200%. Lebih dari apa yang saya berikan untuk dia.
Jadi waktu saya memutuskan ingin menikah, setiap ada yang mendekati saya bilangnya kalau saya mau perkenalan dan pendekatan kita tujuannya untuk menikah. Alias nggak ada basa-basi menye-menye, apa lagi kalimat "udah, kita jalanin dulu aja". Saya nggak mau kelewat baper, terus jadi bucin kayak dulu lagi.
Ternyata ada yang kaget juga saya nodong nikah, dan menjauh. Ada yang mencoba tapi ternyata nggak cocok. Syukurnya cara itu membuat saya nggak patah hati dan baper berlebihan. Saya masih berpikir positif kalau suatu hari pasti ada yang cocok dan membuat saya yakin bahwa cintanya 200%.
Akhirnya bertemu dengan dia yang membawa cinta 200%
Mungkin takdir, mungkin jodoh, mungkin juga dia jawaban dari do'a saya. Salah satu alasan kenapa saya yakin mau menikah dengan suami saya sekarang, karena saya melihat dia mau memperjuangkan saya.
Dari awal kenal, dia sepakat bahwa kami akan membahas hal-hal yang menuju pernikahan seperti visi misi masing-masing, keuangan, karakter keluarga, dll.
Dengan gentle juga di pertemuan pertama, langsung silahturahmi dengan orang tua saya. Jujur juga tentang latar belakang keluarganya dengan orang tua saya. Semuanya dia usahakan apa adanya, nggak ada pencitraan hanya agar terlihat baik di calon mertua.
Terlebih lagi, kayaknya cuma dia yang bisa benar-benar ngertiin sifat saya yang moody-an, ngambekan, dan kadang terlalu menggebu-gebu akan sesuatu sehingga nggak bisa berpikir jernih. Dia bukan cuma bisa mengerti, tapi juga bisa mengimbangi.
Setelah hampir 5 tahun menikah, saya mengerti makna cinta 200%
Kini pernikahan saya sudah masuk tahun ke-lima banyak suka dan duka yang dilalui. Bahkan saya juga sudah mengerti maksud ucapan mama saya tentang cinta 200%.
Pernikahan bagi saya adalah proses pendekatan tiada akhir. Kita mungkin kenal pasangan kita, tapi apakah kita benar-benar memahaminya? Apa lagi setelah menikah keadaan berubah, terutama setelah punya anak. Urusan rumah tangga bukan lagi soal cinta, tapi bagaimana komitmen, tanggung jawab, dan kerja sama yang harus dilakukan satu sama lain.
Sebagai perempuan yang apa-apa pakai perasaan, kadang masalah rumah tangga yang kecil bisa jadi besar. Masalah besar, bisa menjadi lebih besar lagi. Disitulah peran suami, untuk bisa menguasai keadaan sekalipun dia juga mungkin merasakan amarah, kecewa, lelah.
Tahu kan jurus andalah perempuan ketika ada masalah dan nggak berpikir jernih? Yatu ingin menyerah dengan keadaan, lepas dari semua masalah.
Dengan cinta 200%, suami lah yang harus memperjuangkannya lagi agar bisa membuat pasangannya kembali berpikir ulang, bahwa apa yang diucapkan bisa jadi hanya emosi sesaat.
Banyak saya lihat, baca, dan dengar, bahwa ada suami yang egonya juga lebih besar, sehingga boro-boro mau membujuk, memperjuangkan, yang ada malah lebih dulu meninggalkan dan mengabaikan tanggung jawabnya sebagai suami, dan juga ayah.
Maksud mama saya, semoga dengan cinta yang lebih, lelaki yang pada dasarnya menggunakan logika dalam menghadapi masalah bisa juga menggunakan perasaannya.
Sebagai orang yang dulunya bucin banget, saya juga akhirnya merasakan bahwa dibucinin balik tuh enak. Jadi nggak apa-apa deh sama-sama bucin, jadinya merasa cinta dan perjuangan kita berbalas. Bukan hanya satu arah kayak dulu.
Walau istilah cinta 200% itu terdengar konyol, tapi ternyata indah dirasakan.
Kalian ada cerita yang mirip pengalaman saya juga, nggak? Cerita di Kolom Komentar, ya.
Get notifications from this blog
judulnya jadi inget film avenger..
ReplyDeleteiri deh bisa deket banget dan terbuka sama ibu...
kalau saya apa-apa malu..tapi bener sih kalau mau cari calon suami itu harus tanya pendapat ortu.
ohy, Kalau boleh bercanda, kenapa sih harus 200 Persen, 1000 Persen juga ngak apa - apa kok, malahan lebih makyuzzz luar dalam, hahahah......,Bercanda kok.
ReplyDeleteBener banget artikel di atas, aku yang masih notabene taaruf aja kalau dia digoda wanita lain jeles mbak? Hingga tubuhku drob , hingga aku koma karena aku terlalu mencintainya semoga dari artikel ini suatu saat nanti ada sosok laki - laki yang mampu cintaiku apa adanya, setia, dan mampu menafkahi ku lahir batin. Amin ya rob
ReplyDeletesuami aq kayanya sih yah cinta 200% istrinya gak bisa masak gini aja alhamdullilah gak pernah di komplen, hahaha wuah 5 tahun udah lewat yah mba fase-fase ingin menyudahi saja pernikahan karena merasa banyak yang gak sesuai dengan harapan.. semoga selamanya cintanya 200%
ReplyDeletewahh aaya blom pengen nikah tpi artikel ini bisa lah jadi refrensi wkwkw
ReplyDeletewah makasih mbak sharingnya
ReplyDeletemungkin saya harus lebih lagi cinta ke calon ya
300 % atau lebih hehe
tapi memang komitmen sangat diperlukan
Sebenarnya yang paling sulit jadi pria tuh ketika dituntuk membaca pikiran para wanita. Masak kita harus jadi mentalist gitu hehe.
ReplyDeleteBelum lagi ketika bertemu jawaban "terserah".. itu buah simalakama wkwkwk
waduh baru tau ada cinta 200% tp maksud ibunda bener sih..seseorang yg ngakunya cinta emang hrs memperjuangkan luar dalam berani pa adanya..krna klo sdh menikah bnyk badai dan tantangan yg kalau mau selamat ya hrs berjuang luar dalam.. semoga samawa ya mbak..
ReplyDeleteSuper sekali mamanya, jadi ingat lagunya anaknya Titi DJ, i love you 3000
ReplyDeleteKalau menurut saya suami dan istri sama2 memperjuangkan agar ego gak menguasai kl komunikasi lg buntu di antara keduanya. Jd sama2 punya itikad baik.
ReplyDeletealhamdulillah ya mba dapat suami yang cintanya 200% uhuy, saya tuh sama suami enggak ada yang bucin. wkwkwwk. biasa aja malah gak ada romantisan pisan heu. tapi emang sih beda-beda ya. insyaallah langgeng-langgeng terus ya mba. Aamiin.
ReplyDeleteWah pengalaman yang menarik dengan cinta 200 persen ini ya, jadi memang mama aku juga bilang cari lah suami yang mencintai mu hihi
ReplyDeleteBarokallah Mbak dengan usia pernikahan yang mau lima tahun. Semoga langgeng terus dlaam kebahagiaan.
ReplyDeleteSebutan budak cinta, gak enak banget. Hahaha.
Jadi gimana kak? Di-bucin-in juga itu seru ya? Tapi pas lagi disayang banget itu yang menyebalkan di lubuk hati yang paling dalam ada aja yang berbisik, aduh gimana dong kalau suatu saat masa-masa gini berakhir, how if nggak ada doski? Kebahagiaanku bakalan hilang nggak ya? Aku seringnya gitu kak, jadi sebel sendiri jadinya
ReplyDeleteseru banget yah bisa cerita hal-hal detail sama ibu
ReplyDeletepelajaran berharga juga nih buat yang belum nikah :D
Saya mulai berpikir dan mengukur perasaan saya, apa cinta saya juga 200% untuk istri, terlepas dari apapun itu, menjadi lelaki yang setia itu perjuangan luar biasa dari para lelaki yang patut untuk diapresiasi sebaik mungkin
ReplyDeleteInsya allah semoga langgeng ya, kak. Tapi, bener sih ya, kalo kita bucin terus ga dibucinin balik bisa bikin garing juga, dong. Macem ngebucinin Chang Wook, bucin sendiri. Kalo berbalas kan rasanya uwu sekali
ReplyDeleteCintanya bisa ditambahin terus 100 persen sesuai jumlah anak nanti mba. Awal menikah 200 persen. Nambah anak satu jadi 300 persen, nambah lagi satu jadi 400 persen. Jadi masing-masing tetap dapat 100 persen dari suami/ ayah di rumah. hehehe
ReplyDeleteAku jadi tambah semangat mencari Si Dia yang mempunyai cinta 200% bahkan kalo bisa lebih hehehe. semoga saja dapat yang terbaik dari yang baik. memang di umur yang ku yang 20an sudah saatnya menata kehidupan untuk hidup yang lebih bermanfaat, berbuat baik, dan mencari masa depan.
ReplyDeleteMAsya Allah ya Mbak,cinta 200%. Semoga kadar cinta sebanyak itu tetap bisa menguatkan ketika mengalami kehilangan. Duh, maafkan saya yang rada skeptis ini, Mbak #emotmalaikat..
ReplyDeleteSaya dan suami mungkin kalo jadi anak tahun 2000an bakalan bucin juga kak Enny. hihi.
ReplyDeleteDulu saya SMA, dia kuliah.
Kita pacaran gak pake nembak-nembakan.
Semua dijalani dari awal tapi bahasannya udah nikah aja. Wkwkwk
Meski beda 5 tahun saya merasa kami jadi sebaya karena lelaki kan agak lambat dewasanya.
Malah seru mba eny, sama2 bucin dg suami. Jadinya cocok. Hehehe.. 😁
ReplyDelete