Cantik
Cantik.
Satu kata yang dulu bagi saya rasanya jauh banget. Ya, saya nggak cantik. Menurut orang-orang begitu, menurut kaca di depan saya juga begitu.
Wajar banget kalau waktu itu yang namanya remaja butuh pengakuan, terutama soal fisik. Sayangnya saya nggak dapat pengakuan itu. Karena saya jerawatan, kusam, nggak ngerti skincare, nggak bisa makeup, nggak tahu pula soal fashion yang bagus.
Bahkan dulu pernah kejadian ketika saya sedang asyik cerita tentang orang yang saya suka bersama teman saya, ada satu orang yang nyeletuk dan bilang "nggak usah ngomongin cinta-cintaan, urusin tuh jerawat".
Jleb.
Hati saya terasa sakit, dan mata saya menghangat. Tapi saya tahan dan diam, karena mau dibalas apa coba?
Saya juga rasanya kenyang melihat tatapan orang ke wajah saya, ada yang diam tapi kemudian memalingkan muka. Ada bilang "banyak jerawat ya" atau "wah beda jauh difoto ama aslinya" padahal nggak usah dibilang saya sudah tahu karena saya punya kaca.
Ada pula yang kemudian menyarankan produk tertentu untuk meringankan jerawat. Tentu banyak saran dari mereka saya ikuti, saya pikir apa salahnya mencoba, apalagi demi kebaikan sendiri. Tapi tetap aja tuh jerawat bersemi.
Berusaha Berdamai Dengan Diri Sendiri
Sampai pelan-pelan saya mencoba menerima diri sendiri, dan bersikap pasrah. Kalau ada yang sampai nggak mau temanan karena fisik saya, ya udah nggak apa-apa. Untungnya saya masih punya beberapa orang sahabat yang nggak pernah mempermasalahkan hal itu.Kalau ada orang yang saya suka tapi dia nggak bisa suka balik sama saya, terutama karena alasan fisik ya saya terima. Bahkan pernah kejadian saya jadi opsi kedua karena ternyata dia ditolak sama yang lebih cantik. Padahal saya awalnya sudah senang ada yang bisa menerima apa adanya. Setelah tahu kenyataannya saya sedih. Banget. Tapi lagi-lagi saya bisa apa kecuali memaafkan tanpa yang bersangkutan meminta maaf.
Percaya nggak percaya dulu di dalam hati kecil saya ada terbersit mungkin saya akan lama nikahnya, karena kebanyakan lelaki memang menyukai keindahan visual dan saya maklumi itu. Nah, karena saya nggak cantik, mungkin saya butuh waktu yang lama untuk bertemu dengan pria yang bisa melihat saya bukan hanya dari fisik tapi dari nilai-nilai lainnya yang ada pada diri saya.
Namun alih-alih memikirkan kapan pria itu datang, saya berusaha untuk mengupgrade diri saya sendiri. Minimal dari segi pemikiran, dari prinsip-prinsip hidup. Saya juga banyak membaca apa yang sebenarnya suami dan istri butuhkan dalam kehidupan pernikahan, suatu hubungan yang diharapkan berlangsung lama.
Karena sebelumnya saya berpikir pacaran adalah cara yang paling tepat mengenal pasangan sebelum menikah. Tapi ternyata beberapa kali pacaran saya merasa tidak bisa dimengerti oleh pasangan, dan saya juga sulit mengerti dia.
Dari sana saya belajar bahwa modal perasaan aja nggak cukup. Nikah itu butuh pakai logika, butuh prinsip dan komitmen yang kuat.
Saya juga banyak belajar tentang cara komunikasi yang baik, cara menyelesaikan masalah, cara mengatur keuangan dalam rumah tangga, cara mengenali karakter pasangan dan keluarga, cara menghangatkan kehidupan rumah tangga, dan sebagainya.
Tentu aja semua itu saya dapatkan dari buku, artikel di internet, dan video youtube. Tapi saya juga suka dengarin cerita bapak/ibu yang sudah menikah untuk diambil hikmah dari pengalaman mereka.
Saya pikir kapan tiba waktunya ada pria baik yang datang mendekati, saya ingin menawarkan dia sesuatu yang baik meski bukan kecantikan fisik. Saya ingin dia jatuh cinta dengan pola pikir saya, dengan visi misi saya tentang pernikahan, dan dengan prinsip-prinsip hidup saya.
Sekalipun pria itu nggak datang, saya juga berusaha menguatkan diri untuk tetap mandiri. Untungnya orang tua saya mendidik agar saya bisa mencari uang sendiri, nyetir sendiri, saya juga sudah biasa ngekos sendiri, dan juga pernah traveling sendiri.
Rasa Minder dan Overthingking Itu Tetap Ada
Walau rasa minder itu tetap ada sih, ketika dulu saya ada tertarik dengan seseorang lalu saya sampaikan niat saya untuk kenal lebih jauh dengan tujuan serius, ada yang ditolak. Meski dia nolaknya baik-baik ya, nggak bawa-bawa fisik, tapi tetap saja saya yang overthinking ini mikirnya karena saya nggak cantik.Ada juga yang sudah pernah saya bawa bertemu dengan papa saya, tapi setelah itu dia bilang belum siap menikah. Sempat sedih juga sih lagi-lagi berasa kayak nggak pantes dipilih gitu.
Tapi nggak ada motivator terbaik selain diri sendiri. Saya terus berusaha menyemangati diri sendiri dan tetap membuka hati untuk siapapun waktu itu.
Menawarkan Sesuatu yang Berbeda Untuknya
Sampai akhirnya takdir mempertemukan saya dengan mas Agus, seseorang yang saya kenal lewat BBM walaupun sebelumnya saya sudah mendengar tentang dia dari senior saya.Lewat aplikasi chatting itu kami berkenalan dan cerita bahwa masing-masing sedang mencari yang serius. Saya pikir ini kesempatan yang baik, saya tawarkan agar kita menyepakati waktu sebulan untuk sering ngobrol dengan tujuan pernikahan.
Topik utama yang dibahas bukan soal bagaimana pernikahan impian kami ya, tapi tentang tujuan kenapa ingin menikah, visi misi pernikahan, pandangan soal anak, karakter keluarga, karakter masing-masing, tentang keuangan, tentang hobi, bahkan tentang seks edukasi.
Walau saya merasa kebanyakan yang memulai obrolan adalah saya, dan saya juga yang cenderung dominan, tapi disatu sisi mas Agus memang pendengar yang baik. Saya senang dia bisa menerima pendapat saya dengan pemikiran terbuka, dan saya juga bisa mendengar opininya.
Berbicara topik-topik seperti itu membuat kami bisa menilai diri satu sama lain, dan membayangkan jika jadi menikah, rumah tangga seperti apa yang akan kami rasakan.
Sebulan berlalu, kami merasa cocok dalam hal berkomunikasi. Prinsip-prinsip masing-masing pun sesuai dan bisa diterima. Tapi, saya minta dia untuk nggak memutuskan melanjutkan hubungan ke jenjang serius sebelum dia bertemu langsung dan melihat wajah saya.
Bagaimanapun, saya paham bahwa untuk menikah seseorang harus bisa menerima fisik pasangannya. Minimal hatinya senang dan tenang jika memandang pasangannya.
Untuk itu saya minta mas Agus datang ke rumah, ketemu saya dan orang tua. Saya berusaha menyiapkan mental kalau-kalau nanti setelah sebulan ngobrolin banyak topik tentang rumah tangga, dia akan mundur karena nggak merasa sreg dengan fisik saya.
Mungkin namanya jodoh, ternyata dia bilang menyenangi saya setelah kami ketemu. Saya pun juga nggak menyangkal hal yang sama setelah ketemu dia secara langsung.
5 bulan setelah itu, kami menikah. Sekarang, hampir 5 tahun pernikahan berjalan.
Kini, Saya Merasa Cantik
Mas Agus adalah salah satu orang yang berperan penting dalam meningkatkan rasa percaya diri saya terutama soal "cantik". Dia selalu bilang kalau saya cantik jika sering senyum. Nggak pernah juga dia memandang saya jijik meski waktu itu jerawat saya masih banyak.
Dia juga tetap mengecup dengan mesra meski di wajah saya ada jerawat-jerawat besar meradang. Dia tetap memeluk dengan hangat meski badan saya melebar dan bergelambir setelah melahirkan.
Mas Agus juga nggak pernah melarang saya untuk beli skincare atau makeup apalagi dia tahu sebagian besar saya beli itu semua dengan uang saya sendiri.
Pernah saya tanya dulu kenapa yakin menikah dengan saya? Dia bilang jatuh cinta dengan pola pikir saya dan cara saya mengajak dia untuk membahas topik-topik penting sebelum memutuskan menikah.
Hal itu bikin saya semakin bersemangat untuk pakai skincare, belajar makeup, memilih pakaian yang bagus. Karena saya senang ada yang bisa menerima dan melihat nilai di dalam diri saya. Agar dia bertambah senang, nggak ada salahnya saya juga semakin memperhatikan fisik saya.
Kini, saya sudah percaya diri untuk bilang bahwa saya cantik. Meski wajah belum mulus banget, nggak putih (karena dasar kulit juga bukan putih), bulu mata nggak lentik, bibir kehitaman, berat badan nggak turun-turun dari sejak melahirkan, it's okay. I'm still beautiful with my own way.
Saya cantik karena Allah sudah memberikan fisik yang lengkap, saya pakai skincare untuk merawatnya sebagai tanda syukur atas ciptaan Allah. Saya cantik karena saya punya pemikiran yang bisa membuat hidup saya dan hubungan pernikahan saya sejauh ini berjalan dengan baik. Saya cantik karena saya punya ilmu dan kemampuan. Saya cantik karena saya mau selalu belajar jika telah berbuat salah. Saya cantik karena meski ada suami yang siap membantu, saya tetap berusaha untuk mandiri dalam beberapa hal. Saya cantik, karena suami dan anak saya bilang begitu.
Saya cantik dengan apa adanya saya sekarang dan saya nggak berhenti untuk terus berusaha lebih baik.
*menghela nafas*
Rasanya cukup emosional menulis tulisan ini. Tapi saya harap dari pengalaman saya, bisa menginspirasi banyak orang di luar sana yang masih minder dan overthingking tentang fisiknya.
Cantik Bukan Cuma Soal Fisik
Bahwasanya cantik bukan cuma soal fisik, tapi setiap manusia pasti punya nilai lebih dari dalam dirinya yang bisa diunggulkan. Terus berusaha upgrade diri untuk jadi lebih baik, lalu minta pada Allah SWT untuk ditemukan dengan orang yang tepat. Orang yang menyenangi fisik kita, dan mengagumi kepribadian kita, begitu pula sebaliknya.Hampir lima tahun menikah, dan sering jadi tempat curhat orang-orang dengan beragam masalah rumah tangganya, percayalah kalau menikah nggak bisa hanya modal perasaan, harta, atau sekedar tampang yang rupawan. Bukan nggak boleh ya mencari yang cantik/ganteng, tapi maksudnya jangan hanya itu saja yang jadi patokan.
Karena dalam menjalani rumah tangga, masalah pasti selalu ada saja. Kalau prinsip-prinsip suami istri berbeda, pola pikir berbeda, komunikasi buruk, tentu akan membuat masalah semakin berlarut dan sulit menemukan ketenangan hati.
Jadi buat teman-teman yang sedang menunggu jodohnya, tetap rawat fisikmu sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Tapi urusan menaklukkan hati lawan jenis, tunjukkanlah dengan pesona kepribadianmu.
Karena kita semua cantik, dengan cara kita masing-masing. Karena cantik itu nggak hanya terletak pada fisik, tapi juga pada hati dan sifat yang lebih sering dipoles dengan kebaikan.
Get notifications from this blog
semua akan cantik pada waktunya yah mba, hihihi
ReplyDeletebersyukur kita mba yang punya pasangan justru membuat kita sekarang lebih cantik dari ketika kita masih single ya gak ?
Bener mbak. Pasangan yang tepat akan membawa kita ke arah yang lebih baik 😍
DeleteKata cwe cantik itu belum tentu bikin bahagia. Apalagi yang gak cantik ya :D
ReplyDeleteCantik itu relatif, cari cantik yg bikin nyaman bang. Hahah
Delete