Bukan Tong Sampah
Saya paham sekali setiap orang yang sedang punya masalah, atau unek-unek dihatinya, butuh tempat untuk bercerita. Meluapkan banyak hal yang berkecamuk di dalam pikiran dan hatinya.
Memang bercerita dengan orang yang dipercaya nggak bisa menyelesaikan masalah 100%, tapi pasti bisa mengurangi sedikit beban yang menyesakkan dada.
Saya termasuk orang yang sering dijadikan tempat cerita. Bahkan seringkali saya kaget diceritakan sesuatu yang sepertinya sangat privasi bagi orang tersebut, tapi mungkin mereka benar-benar butuh tempat untuk cerita, dan saya bisa dipercayai oleh mereka.
Saya tipikal orang yang nggak mau cari tahu atau turut campur urusan orang lain, kecuali dia cerita sendiri. Kalau nggak sengaja dengar rumor pun, saya merasa nggak perlu mencari kebenarannya karena memang nggak mau tahu.
Beda kalau orangnya sendiri yang bercerita, maka saya memberikan opini dari sudut pandang atau pengalaman saya yang serupa.
Disatu sisi saya senang jadi tempat menampung cerita teman dan kerabat, apalagi untuk masalah berat yang memang nggak bisa mereka ceritakan ke sembarang orang.
Tapi disisi lain, saya merasa seperti tong sampah.
Tong sampah biasanya diisi dengan sisa-sisa makanan, potongan barang yang nggak berguna lagi, atau benda-benda kotor yang sudah nggak bisa dibersihkan.
Nah begitulah sekiranya perasaan saya.
Karena ada beberapa orang yang datang kepada saya hanya untuk menceritakan masalah-masalahnya saja, keluhan-keluhannya, unek-uneknya.
Bukan saya nggak mau, atau nggak senang. Karena di atas pun sudah saya tuliskan bahwa saya senang merasa dipercaya.
Tapi ternyata saya ikut merasakan lelah secara emosional kalau setiap bertemu atau bersapa melalui aplikasi percakapan, yang diceritakan hanyalah masalah-masalahnya saja.
Bukankah baiknya kita bertanya kabar dahulu? Menceritakan bagaimana kondisi keluarga kita? Atau berbicara tentang langit yang sedang cerah? Makanan enak apa yang sekarang sedang viral? Lagu apa yang sekarang sedang suka didengarkan?
Harusnya, baiknya, seperti itu.
Sayangnya beberapa orang datang kepada saya langsung menumpahkan keluhannya, tanpa jeda. Jika saya alihkan pun, mereka kekeuh akan kembali kepada topik yang dibawa.
Kadang saya merenung dan berpikir, apa iya hidupnya selalu ada masalah?
Maksud saya begini, saya pun juga ada masalah tentang keluarga, finansial, pekerjaan, dan sebagainya. Namun diantara itu semua tentu ada hal-hal baik juga yang dirasakan. Sekalipun hal-hal sederhana.
Sesederhana beli jeruk yang manis di toko buah, anak yang sehat dan makannya lahap, nonton video lucu di Tiktok, atau nemu resto keluarga yang enak.
Kenapa ya ada orang yang hanya mau menceritakan sisi nggak enak yang dia alami? Padahal energi itu menular. Saya tahu mereka ingin mengurangi energi negatif dan kesedihan karena masalah yang dialami, tapi kalau nggak diimbangi dengan cerita baik, jadinya energi itu berpindah ke saya.
Saya bukan psikolog, yang memang siap menerima siapa saja yang datang untuk mencurahkan cerita masalah-masalahnya.
Saya juga tidak punya keilmuan dan mental seperti psikolog yang tahu bagaimana mengolah energi yang didapat dari orang yang menumpahkan unek-uneknya.
Kadang saya sedih karena terpikir bahwa saya dipercaya, tapi bukan dianggap sahabat.
Bukankah sahabat seharusnya juga berbagi cerita suka, dan bukan hanya cerita duka?
Seringkali saya menyarankan kepada mereka untuk ke psikolog, jalan-jalan, makan enak, atau staycation bersama orang mereka cintai. Tetapi selalu dibantah dengan alasan, merka yakin itu nggak akan menyelesaikan masalah.
Padahal dari kacamata saya, mereka selalu fokus pada masalah, hal-hal negatif, dan merasa hidup selalu berat ya karena memang terkungkung dengan rutinitas itu.
Sebenarnya saya lebih senang kalau diajak jalan-jalan, ke cafe instagramable, atau ke klinik kecantikan bareng-bareng biar bisa cerita-cerita tapi sambil menyenangkan diri. Nggak perlu dibayarin, saya bisa bayar sendiri, bahkan saya setirin juga nggak apa-apa.
Tapi kebanyakan orang seperti itu, nggak mau. Lagi-lagi katanya sedang fokus dengan masalahnya.
*inhale*
*exhale*
Ya sudahlah.
Mungkin sudah saatnya membuat batasan.
Untungnya nggak semua orang disekeliling saya seperti itu.
Ada juga mereka yang kerap berkomunikasi dengan saya dan kita cerita banyak hal. Tentang harga cabai hari ini, tentang video viral, tentang artis yang lagi dekat dengan artis lain, tentang anak, dan masih banyak lagi.
Pertemanan seperti itulah yang saya sukai. Isi ceritanya beragam warna, bukan hanya hitam dan abu-abu.
Kalau kami bertemu, kami akan ke tempat makan yang enak, foto-foto cantik dan menikmati sajian lezat sambil bercerita tentang progress kehidupan masing-masing.
Nah, lebih baik saya fokus menjaga silaturahmi dengan orang-orang yang seperti itu.
Karena saya bukan tong sampah.
*Ilustrasi : Canva
Get notifications from this blog
Lah...kok sama. Jadi tempat curhat. Tapi, anehnya, kalau aku kasih saran, aku dibantah. Lah, iya sih, aku bukan psikolog. Akhirnya ya gitu, merasa jadi tong sampah.
ReplyDeleteAkhirnya uneg-uneg dari teman aku curhatin ke suami aja. Haha...kayaknya dia sih, masuk kuping kanan, ke luar kuping kiri. Pokoknya aku juga udah melepas uneg-uneg...hehe
Memang sebenarnya tidak bijak menceritakan hal2 negatif kepada orang lain, meskipun orang itu bisa dipercaya. Bukan karena khawatir bocor atau apa, tapi lebih kepada empati kepada kondisi orang yang jadi lawan bicara.
ReplyDeleteTidak sedikit seorang anak mengeluhkan masalahnya ke orang tua, misalnya. Jelas orang tua sayang ke anaknya. Namun, saat masalah itu selesai, apakah orang akan mengabarkan itu? Yg ada, lupa. Akhirnya hanya menjadi beban pikiran orang tua.
Berlaku juga bagi orang yang kita percaya. Apakah itu adik, teman, pasangan, dll. Duh, ini jadi pelajaran buat saya yang sangat senang cerita apa saja ke adik perempuan saya. Sekarang harus lebih memilah lagi, mana yang baik dan tidak baik untuknya.
Hahaha.. Aku juga begitu sih. Kadang ada aja gitu yang suka curhat tentang masalahnya.
ReplyDeleteMereka tuh datangnya ya kalau mau curhat soal masalah. Sementara saat masalah kelar, mereka bahagia mendadak lupa sama yang dicurhatin soal kesedihan... Hehehe
aku termasuk jarang nanya atau menggali cerita dari kasus yang orang lain hadapi, kecuali orang itu yang cerita sendiri. Malah aku termasuk kudet kalau ada gosip atau update terbaru.
ReplyDeletesekarang ini, aku jadi wadah curhatan dari temen kantor, yang memang aku liat dia ada masalah sama temen atau keluarganya. aku paham mungkin dia butuh temen ngobrol atau berbagi, tapi dia juga ga semua-muanya diceritain ke aku
ga enak pastinya kalo tiap kali ketemu malah cerita soal yg sediiih mulu... mbok ya balance ya mba.. kita juga dengernya eneg kalo diksh cerita begitu..
ReplyDeleteaku sendiri tipe yg ga bisa cerita yg sedih2 ke orang lain... kecuali udah dekeeet banget. tapiiii itupun ga enak hati.. krn ngerasa duuuh, aku gangguin dia ga ya dengan masalah begini...
jd ujung2nya ga jadi cerita..
kalo ketemu orang yg begitu, selalu cerita sedih mulu, kan kita jd males yaa. tiap dia hubungin bisa2 lgs block atau ga mau dijawab chat dan telp nya..