√ Perempuan Berdaya, Alam Terjaga, Bersama Komunitas Tenun Endo Segadok dan Cinta Bumi Artisans - Duduk Paling Depan

Perempuan Berdaya, Alam Terjaga, Bersama Komunitas Tenun Endo Segadok dan Cinta Bumi Artisans

Perempuan Berdaya, Alam Terjaga, Bersama Komunitas Tenun Endo Segadok dan Cinta Bumi Artisans

Perempuan Berdaya, Perempuan Berkarya, Perempuan Bisa!

Rasanya slogan di atas sangat tepat untuk menggambarkan betapa saya kagum dengan para perempuan yang memiliki semangat untuk memberdayakan manusia dan sumber daya alam di sekitarnya untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai guna. 

Termasuk dua narasumber perempuan yang saya lihat dan dengar ceritanya melalui pertemuan daring via zoom meeting pada tanggal 28 Februari 2025 lalu, yang difasilitasi oleh komunitas Eco Blogger Squad (EBS) dengan tema  “Fashion Reimagined: Upcycling Waste into Wearable Art".

Eco Blogger Squad


Senang banget rasanya pada tahun 2025 ini, saya masih diberikan kesempatan bergabung dengan EBS bersama para blogger lainnya untuk belajar mengenai isu lingkungan. 

Kali ini, saya belajar bagaimana benda-benda yang ada di alam sekitar kita, yang selama ini kita pikir hanya akan berakhir di tanah atau tempat pembuangan, bisa menjadi produk fashion yang luar biasa indah dan bernilai ekonomi tinggi. 

Saya akan bahas satu persatu, di bawah ini. Mari sini, duduk paling depan, dan simak ceritanya. 

Merajut Tenun, Menuai Karya, Bersahabat dengan Alam Semesta. 

Mungkin teman-teman sudah banyak yang tahu tentang kain tenun, helai demi helai benang ditenun, digabungkan menjadi kain dengan motif tertentu. 

Namun ada yang spesial dari kain tenun yang dibuat oleh para perempuan dari Suku Dayak Iban, Kalimantan Barat. 

Kenapa spesial, karena kegiatan nenun bagi mereka sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh leluhur Suku Dayak Iban sejak zaman dahulu sampai dengan sekarang.

Bahkan, dulunya perempuan dari Suku Dayak Iban wajib bisa menenun sebelum menikah. Jadi salah satu standar perempuan disana, dianggap sudah bisa menikah jika sudah pandai nenun. Jika ditarik lebih jauh, kegiatan nenun menjadi salah satu kegiatan para istri di Suku Dayak Iban dalam menunggu suami pergi bekerja atau berperang. 

Kain tenun yang ditenun oleh Suku Dayak Iban terbuat dari lembaran – lembaran benang yang telah diwarnai dengan pewarna alam. Sehingga lebih ramah lingkungan, dan mereka memang benar-benar bersahabat dengan alam semesta sejak dulu.

Tentunya saya tahu hal tersebut di atas dari narasumber pada online gathering EBS, yaitu Margaretha Mala yang merupakan Ketua Komunitas Tenun Endo Segadok.

Semangat Juang Margaretha Mala dalam Melestarikan Tradisi dan Konservasi

Margaretha Mala
Image by Margaretha Mala


Margaretha sendiri merupakan keturunan asli Suku Dayak Iban. Dia memiliki beberapa kain tenun yang ditenun oleh neneknya. Dari sana dia berpikir kenapa sekarang sudah nggak banyak lagi perempuan Iban yang menenun? 

Ternyata jawaban dari beberapa penenun disana adalah karena mereka bingung kain-kain hasil tenun nanti untuk apa? Karena setiap rumah biasanya sudah memiliki beberapa kain hasil dari tenun orangtua atau nenek mereka. Apalagi satu lembar kain tenun prosesnya sangat panjang dan memakan waktu yang lama. 

Dari sana Margaretha tertarik untuk menggiatkan kembali tradisi nenun yang sebelumnya telah menjadi tradisi Suku Dayak Iban, Khususnya yang ada di Dusun Sadap, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. 

Namun untuk membuat kegiatan nenun ini menjadi berkelanjutan, maka hasil dari kain tenun ini harus bernilai jual yang manfaatnya dapat kembali kepada masyarakat Suku Dayak Iban, sehingga mereka mempunyai semangat untuk kembali menghidupkan tradisi nenun. 

Maka dari itu Margaretha mencetuskan Komunitas Tenun Endo Segadok, untuk memberdayakan para perempuan Iban untuk menenun, mengajarkan cara menenun kepada generasi lebih muda, dan memikirkan pemasaran yang tepat untuk hasil kain-kain tenun yang telah dibuat. 

Perjalanan Panjang Sebuah Kain Tenun yang Indah

Image by Margaretha 


Untuk mendapatkan sebuah kain tenun yang indah, ternyata ada proses yang sangat panjang lho. 

Proses menenun diawali dengan pembuatan pewarna alam untuk mewarnai benang yang akan digunakan dalam menenun. Adapun tanaman yang biasanya digunakan sebagai pewarna alami berasal dari Rengat Padi, Mengkudu Akar,  Engkerebai, mengkudu, sibau, durian, tengkawang, buah pinang, kemunting, pepaya, dll.

Image by Margaretha/Tenun Endo Segadok



Kemudian tanaman tersebut harus diproses terlebih dahulu untuk menghasilkan warna yang diinginkan. 

Misalnya untuk pembuatan warna biru dengan menggunakan Rengat Padi melewati proses perendaman 1 x 24 jam, dicampur dengan kapur sirih, dan masih perlu diendapkan lagi untuk mendapatkan warna biru yang diinginkan.

Contoh warna biru dari rengat padi. Image by Margaretha/Tenun Endo Segadok



Jika pewarna alami sudah bisa dipakai, maka dilanjutkan dengan proses pewarnaaan benang satu persatu warna. Benang direndam sampai berubah warna, lalu diangin-anginkan.

Nah, proses pewarnaan benang ini dalam tradisi Suku Dayak Iban disebut juga sebagai Nakar / Perminyakan.

Nakar / Perminyakan merupakan proses pemberian protein pada benang dengan tujuan untuk mengikat warna agar mampu bertahan lama dan memiliki warna lebih kuat pada kain serta membuat kain menjadi lebih tahan lama.

Uniknya, ada hal- hal yang perlu diperhatikan dalam prosesi Nakar / Perminyakan lho. Diantaranya ialah  :

a. Nakar tidak boleh dilakukan pada saat ada orang meninggal karena benangnya akan menjadi rapuh dan mudah putus;
b. Yang mencampur ramuan tersebut harus orang tua yg sudah beruban (umur lebih dari 60 tahun);
c. Wanita yang sedang menstruasi dan hamil tidak boleh melakukan upacara Nakar;
d. Upacara Nakar tidak boleh dilakukan di dalam rumah;
e. Benang yang sudah di-Nakar harus dimasukkan kedalam rumah betang dan dijaga sepanjang malam, tidak boleh dibiarkan tanpa ada yang jaga.

prosesi nakar
Image by Margaretha/Tenun Endo Segadok


Itulah yang namanya tradisi adat, harus kita hormati karena leluhur dan nenek moyang pasti memiliki alasan yang bijak agar kegiatan nenun dapat berjalan lancar. 

Masih belum selesai, benang yang sudah selesai diwarnai baru dapat ditenun. Proses nenun ini bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan tergantung ukuran kain dan rumitnya motif yang dihasilkan. 

Makanya Margaretha menyampaikan bahwa kain tenun ini sebutannya bukan untuk dijual, melainkan diadopsi. Karena proses pembuatannya yang panjang, mempertahankan tradisi, serta mendukung konservasi alam, nilainya lebih dari sekedar jual-beli barang. Maka dari itu istilah "mengadopsi" kain tenun, diharapkan dapat membuat pemiliknya bisa merasakan nilai-nilai yang ada dibalik sebuah kain tenun tersebut. 

Keren banget ya, setelah tahu proses yang sangat panjang dari sebuah perjalanan kain tenun, saya jadi memaklumi kalau kain tenun asli itu memang lumayan harganya. Karena yang kita beli bukan cuma barang, tapi banyak sekali nilai-nilai mengagumkan dibaliknya.

Pelestarian Tumbuhan Pewarna Alam

Image by Margaretha/Tenun Endo Segadok


Sejak diberdayakan oleh komunitas Tenun Endo Segadok, kain tenun Iban menjadi lebih dikenal dan permintaanpun meningkat. Tapi hal tersebut nggak membuat masyarakat Iban mengeksploitasi alam mereka secara berlebihan. 

Salah satu program dari FORCLIME (program hutan dan perubahan iklim) adalah budidaya tanaman pewarna alam di demplot dengan luas 1 ha. Jenis tanaman yang dibudidayakan : rengat akar, rengat padi, dan mengkudu akar. 

Adapun bentuk pemanfaatannya yaitu memanen tanaman pewarna secara lestari (sesuai kebutuhan), melakukan penanaman kembali, dan membersihkan segala jenis gulma yang ada di demplot tersebut.

Untuk memberdayakan tanaman pewarna alami tersebut ada Kebun etnobotani, yaitu kebun koleksi tumbuh – tumbuhan yang dipergunakan sehari – hari oleh masyarakat etnis tertentu dengan berbagai pengetahuan pribumi dalam pemanfaatannya.

Kebun etnobotani ini merupakan inisiatif masyarakat Dusun Sadap dan didukung oleh petugas Resort Sadap, Balai Besar TNBKDS. Masyarakat Dusun Sadap bebas memanfaatkannya dan berkewajiban untuk menjaga / melestarikannya.

Lokasi kebun ini berada di Dusun Sadap, Desa Menua Sadap, Kec. Embaloh Hulu, Kab. Kapuas Hulu.

Cara Membeli Kain Tenun Suku Dayak Iban




Gimana, cantik-cantik kan hasil kain tenun Suku Dayak Iban? 

Kalau teman-teman tertarik membelinya bisa langsung menghubungi kontak Margaretha pada nomor yang tertera pada foto di atas ya. 

Mau datang langsung sekaligus melihat bagaimana proses nenun Suku Dayak Iban, dan melihat hutan konservasi tanaman pewarna alamnya, juga bisa lho. Tinggal janjian dan atur waktunya dengan Margaretha. Mereka juga sudah biasa menerima tamu dari dalam dan luar negri. 

Untuk harga memang bervariasi dari ratusan ribu hingga belasan juta Rupiah. Tergantung dari ukurannya, kesulitan proses pembuatannya, dan motifnya. Karena ada juga lho motif tertentu yang dianggap sakral, jadi tentu harganya juga menyesuaikan ya 😉.

Saat ini memang belum bisa diorder melalui market place, karena sinyal internet dan listrik juga masih terbatas disana. Namun di tengah keterbatasan itu, para perempuan Suku Dayak Iban punya semangat juang yang tinggi lho dalam melestarikan tradisi mereka, yaitu menenun. 

Semangat yang perlu kita tiru. 


Cinta Bumi Artisans, Mengubah yang Tidak Berguna Menjadi Karya.

 "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"

Rasanya judul Novel karya Tere Liye tersebut bisa berkenaan dengan kegiatan yang dilakukan oleh Cinta Bumi Artisans, platform usaha sosial di bidang fashion dan aksesoris asal Bali. 

Ya, daun yang jatuh tak pernah membenci angin karena jatuhnya daun ke tanah bisa memberikan manfaat untuk tanah itu sendiri, atau untuk kita, manusia pencinta fashion yang membutuhkan dan menginginkan pakaian dan aksesoris yang indah untuk dipakai. 

Masih dalam kegiatan Online Gathering bersama  #EcoBloggerSquad, ada Novieta Tourisia selaku founder Cinta Bumi Artisans yang menceritakan bagaimana brand yang ia miliki ini bukan hanya fokus pada penciptaan karya tetapi juga edukasi tentang  pelestarian alam. 

Cinta Bumi Artisans menghasilkan produk-produk Ecoprinting, yaitu teknik cetak motif pada kain menggunakan bahan alami seperti daun, bunga, batang, atau kulit kayu.

Tujuannya mengajak para pecinta fashion untuk lebih peka bahwa bahan-bahan alam yang ada di sekitar kita, yang biasanya hanya berakhir di tanah, atau tempat pembuangan sampah, bisa menjadi motif cantik pada pakaian, tas, atau aksesoris lain yang kita gunakan. 

Salah satu prinsip dari Cinta Bumi Artisans ialah “Wearable Poetry”, yaitu Sandang dan aksesoris berbahan alami, produksi skala kecil, diolah secara etis.

Cinta Bumi Artisans
image by Cinta Bumi Artisans

Cinta Bumi Artisans
image by Cinta Bumi Artisans



Bahkan meski permintaan akan produk mereka meningkat, Cinta Bumi Artisans berusaha memproduksi sesuai dengan ketersediaan bahan alam yang ada saja, demi mencegah adanya eksploitasi yang justru berlawanan dengan visi mereka sedari awal. 

Keren banget ya, biasanya saya melihat pebisnis mengatakan untuk menangkap peluang sebanyak-banyaknya terutama disaat permintaan akan produk kita meningkat. Tapi Cinta Bumi Artisans, paham betul bahwa penggunaan bahan alam pun ada batasnya. 

Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan beberapa restoran yang ada di Bali, dengan mengambil limbah makanan mereka, contohnya biji alpukat yang bisa diolah menjadi pewarna alami. Salah satu cara memaksimalkan upcycling waste, yang sebelumnya nggak pernah terlintas di pikiran saya. 

Cinta Bumi Artisans, Bukan Hanya Fokus Pada Produksi Tapi juga Edukasi.

Cinta Bumi Artisans
Image by Cinta Bumi Artisans


Selain bisa beli produk-produknya, kita juga bisa lho belajar langsung tentang ecoprinting dan pewarnaan alam di Cinta Bumi Artisans. Karena mereka juga menyediakan lokakarya sandang berpewarna alami, kebun pewarna alami, kegiatan kepenulisan, dan pengembangan komunitas.

Bahkan kami para peserta Eco Blogger Squad, juga dikasih ecoprinting kit yang isinya ada tote bag kain, daun-daun kering, kayu dan tali, untuk dibuat menjadi tas dengan motif alam yang cantik. 




Tote bag eco printing
image by Cinta Bumi Artisans

Tutorialnya juga diajarkan sewaktu online gathering kemarin. Punya saya belum selesai, kalau sudah selesai akan saya update lagi ya disini. 

Tapi kalau teman-teman mau belajar langsung bisa lho datang ke Cinta  Bumi Artisans yang ada di Jl. RSI Markandya II No.22, Payogan, Kedewatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Bisa juga ikuti update upcoming events mereka di Instagram @cintabumiartisans.

Perempuan Berdaya, Perempuan Berkarya, Perempuan Bisa!

Dua narasumber di atas adalah perempuan-perempuan hebat yang mampu berdaya dan berkarya sehingga membuktikan bahwa perempuan pun bisa. 

Tentunya ini sejalan dengan makna perayaan Hari Perempuan Internasional yang jatuh  Pada tanggal 8 Maret 2025.


international womens day
made by canva


Dikutip dari Unwomen tema perayaan Hari Perempuan Internasional pada tahun ini adalah "For ALL women and girls: Rights. Equality. Empowerment" atau "Untuk SEMUA perempuan dan anak perempuan: Hak. Kesetaraan. Pemberdayaan.

Penting banget untuk menyerukan pada dunia bahwa perempuan juga punya hak kesetaraan dan pemberdayaan. Karena perempuan adalah tonggak kehidupan, dari rahimnya lahirlah generasi penerus yang akan berkontribusi di bumi. 

Perempuan yang cerdas dan berdaya, tentunya akan mendidik generasi yang hebat, dan dapat menebar manfaat bukan hanya untuk dirinya dan keluarga, melainkan kepada banyak orang di sekelilingnya. 

Enny Luthfiani



***

Nah, semoga tulisan ini dapat menambah khasanah pengetahuan terutama peran perempuan dalam pemberdayaan masyarakat dan lingkungan. 

Kalau ada yang mau didiskusikan, bisa komentar di bawah ya. 

Terimakasih sudah sudi membaca 😊

Get notifications from this blog